Situs ini diterbitkan dengan tujuan mengkomunikasikan keberadaan Jurusan Antropologi FISIP Universitas Andalas, sekaligus memberikan informasi-informasi terbaru (up to date) kepada para mahasiswa dan alumni. Situs ini menerima sumbangan informasi mengenai lowongan kerja bagi para lulusan Antropologi dari para alumni yang telah bekerja di berbagai instansi/lembaga dan berupa kritik/saran demi perbaikan situs ini. Semua informasi diharapkan dapat ditulis di ruang diskusi dan atau diemailkan di Jurnal_laborantrop@yahoo.co.id.

Selasa, 29 Januari 2008

Sebagian Besar Nelayan Bungus Hanyalah Buruh


Padang Kompas - Sekitar 60 persen nelayan di Bungus, Kota Padang, adalah nelayan buruh. Kesejahteraan mereka masih sangat minim karena hasil tangkapannya harus dibagi dan dijual ke pengumpul atau nelayan pemilik kapal.

Antropolog maritim Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas, Lucky Zamzami, Kamis (8/11), mengatakan, hasil penelitiannya tahun 2007 di Bungus mencerminkan kondisi nelayan di sepanjang pantai barat Sumatera Barat.

Bungus terletak di selatan Kota Padang. Daerah ini termasuk salah satu sentra nelayan dan perikanan. Namun, dari 750 nelayan yang dijadikan sampel dalam penelitiannya itu, sejumlah 450 di antaranya adalah nelayan buruh.

"Nelayan buruh ini mempunyai perahu sendiri, tetapi perahu itu masih tradisional. Biasanya mereka bekerja di kapal nelayan pemilik. Ukuran kapal lebih besar dan dibutuhkan beberapa tenaga nelayan buruh untuk bekerja di situ," ucap Lucky.

Dia menambahkan, ikan yang diperoleh kemudian dijual kepada pedagang atau tauke. Tauke akan menyortir ikan yang akan diambil. Ikan yang tidak laku dipasarkan biasanya dikembalikan ke nelayan buruh ini.

Uang dari penjualan ikan lalu dipotong dengan biaya operasional penangkapan ikan, yang biasanya dipinjami tauke. Setelah itu, hasil yang diperoleh dibagi dua antara pemilik dan buruh. Bagian untuk buruh dibagi rata untuk semua nelayan yang ikut.

"Dari hasil 1-10 juta dari ikan yang diperoleh, nelayan buruh hanya mendapatkan Rp 30.000- 50.000. Ini yang membuat nelayan buruh sulit mengubah nasib. Belum lagi bila cuaca buruk sehingga mereka tidak bisa melaut," katanya.

Oleh karena itu, menurut Lucky, mendesak untuk memberikan pekerjaan sampingan kepada nelayan buruh. Alternatif pekerjaan antara lain tambak udang. Sayangnya, nelayan buruh tidak diberi pelatihan untuk mengurus tambak udang itu. Akibatnya, tambak udang tidak berhasil.

1 komentar:

pupuk tambak udang mengatakan...

SEbuah studi yang menarik, tentu ini merupakan keprihatinan kita bahwa mereka yang setiap hari bekerja menangkap ikan hanyalah sebagai buruh bukan sebagai pemilik usaha